Hikmah Adat Jawa
Oleh: Khoirul Anwar
Afa
Pengamat cinta
Kitabian Al-Kitabah Jakarta
Hp : 085 742 014 291
Kebiasaan orang Jawa yang tidak lepas dari menggunakan mitos
adalah sebagai ciri khas orang Jawa. Masyarakat Jawa pada umumnya memiliki ciri
khas yang sama dalam masalah mitos dan spiritual. Hampir semua yang berkaitan
dengan kehidupan dikaitkan dengan mitos. Karena, itu merupakan sebuah
penghormatan terhadap leluhur mereka yang telah mengabadikan Jawa sebagai
masyarakat yang sebegitu rupa.
Sebagai
contoh yang masih terpelihara sampai saat ini adalah sesajen, prayakan,
membuang nasi tumpeng ke tengah laut, menggantungkan kepela kerbau, sedekah
laut, dan sedekah bumi. Semua itu dilakukan hanya untuk menjaga kemurnian
budaya Jawa. Karena, kalau hal itu tidak dilakukan, mereka khawatir akan
terjadi bencana pada diri mereka dan tempat tinggal mereka.
Untuk mengiringi
kegiatan itu, masyarakat Jawa juga tidak lepas dari bedoa. Seperti yang
disyariatkan oleh Allah agar semua hamba berdoa pada beliau (QS. Al-Mu’min 60).
Dan sebenarnya acara ritual seperti itu adalah untuk memanjatkan doa. Biasa nya
sebagai pengisi doa, acara itu diisi dengan membaca Al-Barjanji atau
shalawatan, tahtimul Quran, dzikir bersama (memnyebut-nyebut nama Allah dengan
suara keras), mengirim doa untuk para arwah leluhur. Hal itu dilakukan sebagai
kebiasaan yang mendarah daging bagi masyarakat Jawa. Tidak lain hanyalah untuk
membuat diri mereka menjadi tenang. Karena, segala hal yang bisa dipergunakan
untuk mencari penghidupan harus ada penghormatan. Kalau penghormatan tidak ada,
pastilah mereka akan celaka.
Begitu juga
dalam masalah kelahiran yang masih sangat diyakini oleh masyarakat Jawa. Kelahiran
menurut mereka adalah sebagai tabiat dan penentuan nasib mereka. Misalkan
kelahiran kemis kliwon orangnya penyabar, berbudi baik tetapi mudah cengeng. Sedangkan
orang yang lahirnya jumat kliwon berwatak keras, tetapi masih bertoleran pada
orang lain.
Hal itu
juga dikaitkan dengan masalah jodoh. Misalkan apabila orang yang lahirnya
kliwon harus menikah dengan yang kelahiran kliwon, atau dengan hitungan hari
yang sama. Hitungan hari diambil dari jumlah makna hari. Apabila ada orang yang
hendak menikah, maka sebaiknya memperhatikan patokan itu lebih dulu. Karena,
apabila dalam patokan tersebut orang yang hendak menikah terhitung dalam
kerugian, maka mau tidak mau harus melepaskan calon jodohnya. Apabila tidak
ingin terjadi bencana dalam dirinya dan keluarganya. Bahkan sampai mengorbankan
cintanya yang telah lama dibina hanya karena tidak dalam hitungan kemenangan.
Sebagai
tradisi pribumi Jawa, pedoman seperti itu masih tetap berjalan hingga zaman
modern ini. Karena, sudah menyangkut dalam keyakinan yang menghubungkan dirinya
dengan alam tuhan. Sebagai alat penyampai spiritual yang kental dan berkualitas
tinggi bagi masyarakat Jawa. Dan selama ini hal itu telah terbukti, bahwa apa
yang mereka perkirakan ternyata menjadi kenyataan. Hanya saja apabila pedoman
itu sudah dilakukan, tapi masih tetap terjadi bancana, maka semua itu diyakini
bahwa datangnya dari tuhan.
Allah
telah berfirman, bahwa beliau lah yang akan memberikan cobaan (QS. Al-Anbiya
35). Masyarakat jawa juga menyakini akan hal itu, hanya saja mereka menggunakan
cara sendiri untuk mengntisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Maka
tidak heran apabila para ulama Jawa atau kiai Jawa masih saja melakukan hal
demikian dalam menyampaikan dakwahnya. Karena,
selain hal demikian sudah mendarah daging dalam masyarakat Jawa, juga sudah
dirasakan ketenangan yang timbul setelah melakukan ritual seperti itu.
Jika
kita membaca sejarah ulama-ulama nusantara, yang menonjol adalah ulama Jawa. Dan
pasti disebutkan terkait cara berdakwah mereka dengan adat istiadat. Karena dengan
cara demikian yang mudah dapat diterima oleh masyarakat Jawa. Hingga sampai sekarang
pun ulama-ulama Jawa tidak melepaskan metode berdakwah seperti itu. Merupakan
rahasia tersendiri dari adat Jawa. Mungkin ada rahasia yang tidak diketahui
oleh banyak orang, terkait adat Jawa. Dan yang pasti itu sudah diyakini sebagai
alat untuk membawa keselamatan oleh masyarakat Jawa. Wallahu ‘alam.
Post a Comment