Kemajemukan Desa Cepoko
Dukuh pinggiran bagian barat dari
desa Ngagel. Cepoko dibagi dua bagian. Kidul (Selatan) dan Lor (utara). Antara dua bagian tersebut hanya dipisah
dengan jalan pintas dari ngagel menuju Grogolan. Tetapi uniknya, antara Cepoko lor
dan kidul mempunyai paradigma yang berbeda. Jika cepoko lor, masyarakat setempat kebanyakan menitik
karirnya di tempat sendiri. Karena, mayoritas mereka kreatif di tempat sendiri.
Tidak terlalu banyak ambisi untuk out bok.
Sedangkan
paradigma masyarakat cepoko kidul sangat dominan dengan materi. Mayoritas mereka
menitik karinya di luar desa, bahkan luar kota (merantau). Biground masyarakat
cepoko kidul kurang tanggap terhadap perkembangan pola pikir yang berbau
dedikasi. Khususnya masalah teologi. Sedikit di antara mereka yang
memperhatikan dedikasi. Karena, factor dari lingkungan dan tidak adanya support
dari orangtua.
Cara
pandang masyarakat cepoko kidul sangat dominan dengan materi. Rumah mewah dan
kendaraan mewah tidak jarang ditemui di sana. Tetapi cara pergaulannya yang
agak asusila di banding dengan cepoko lor. Dari sudut tokoh masyarakat yang
peduli terhadap pendidikan, masih sedikit dibanding dengan cepoko lor.
Masyarakat
cepoko lor tidak terlalu obsesi terhadap
materi. Karena, memang dari settingan lingkungan yang tidak saling
memerah-merahkan hati. Daya saing masyarakat tersebut tidak begitu terlihat. Sebab,
kehidupan di sana terlihat bermasyarakat dan ekonomi mereka menengah ke bawah. Dan
tokoh agama masih berada di cepoko lor. Meskipun demikian, sedikit sekali
remajanya yang melanjutkan studi mereka sampai tingkat SMA.
Karena,
disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah factor ekonomi dan
semangatnya untuk melanjutkan sekolah sangat rendah. Tetapi, rata dari remaja
cepoko lor, semuanya sekolah. Dan sampai lulus SMP. Akhlak mereka tertata rapi.
Tidak memperlihatkan corak kotornya. Dan sebagai rubrik masyarakat, remaja di
wilayah tersebut lebih sopan dibanding remaja cepoko kidul.
Di
wilayah cepoko kidul pendidikan masih sangat minim. Karena, pengaruh dari
lingkuangan. Bahkan, sampai sekarang ada beberapa remaja mereka yang tidak bisa
baca tulis. Tetapi, pandai menghitung uang. Berangkat dari masalahnya yang
sejak kecil tidak pernah disekolahkan sampai selesai. Karena, anaknya yang
tidak mau.
Psikologi
remaja di wilayah kidul cenderung keras dan berwatak penjahat. Tidak memperdulikan
sesama. Tetapi, rajin bekerja. Karena, pola pikir mereka, hidup adalah uang. Jika
hidup, maka harus ada uang. Jika tanpa uang lebih baik tidak hidup. Lifestyle mereka
sangat tinggi dibanding remaja cepoko lor.
Sebenarnya
ada juga cepoko wetan (timur) yaitu wilayahnya terletak di bagian utara jalan. Gandeng
dengan cepoko lor (utara). Hanya pisahkan
oleh tanah kosong yang sudah lama tidak ditanami, dan tidak juga diberi rumah. Jadinya
seperti tanah gersang. Meskipun hanya dibedakan dengan tanah kosong sedikit
saja, pola pikir mereka sudah berbeda. Masyarakat
cepoko wetan lebih suka bekerja seadanya, dan tidak pemborosan. Begitu juga
remajanya. Dan masih mau memahami arti kehidupan.
Itu
terbukti karena masih banyaknya remaja-remaja mereka yang mau mendirikan majlis
ta’lim. Tentu saja, hal seperti itu tidak didominasi dengan asal mau. Tetapi,
sudah dipertimbangkan matang-matang. Kalau berpikir, suka serius. Tingkat
ibadah masyarakat di wilayah itu tidak jauh beda dengan masyarakat cepoko lor. Tetapi,
gaya hidupnya lebih bergengsi cepoko lor.
Kultur
dan pola pikir mereka sangat berbeda. Serta gaya hidup yang sedikit
mempertahankan gensi dan kemauan. Ekonomi yang dibangun sangat variatif.
Pedoman Batasan Wilayah Cepoko.
1.
Perempatan
jalan yang terkenal dengan Bo’ Sujiman. Sangat popular batasan itu sehingga
dijadikan patokan para tukang dokar. Perempatan ke selatan itu memasuki wilayah
cepoko kidul, sampai sawah. Sedangkan yang ke utara memasuki wilayah cepoko lor
sampai sawah.
2.
Perempatan
ke timur memasuki wilayah cepoko wetan. Sampai jembatan Nggayang di tegah
sawah.
3.
Ada cepoko
tengger yang mencakop wilayah jembatan Nggayang ke timur sedikit dan ke utara
sampai ketemu rumah perangkat desa.