Manusia dan Amanah
Oleh : Khoirul Anwar
Afa
Peneliti di PTIQ
(perguruan tinggi ilmu Quran) Jakarta.
Makhluk ilahi yang paling sempurna hanyalah manusia.
Diciptakan dan dibekali dengan beberapa anugerah yang menguntungkan. Bukan
hanya segi finansial dan meteri yang tidak berarti. Tetapi, Allah memberikan
segalanya yang terangkum dalam diri manusia. Baik yang nyata (concret) maupun
yang tidak nyata (non concret).
Semua
pemberianNya mempunyai peran urgen untuk kehidupan. Dan, memiliki tugas
sendiri-sendiri, serta bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Misalkan,
mata berfungsi untuk melihat. Kemudian tangan memiliki fungsi untuk mengambil.
Kedua contoh tersebut menggambarkan kebijakan Allah ketika menciptakan manusia,
sehingga manusia telah disetting oleh Allah untuk memiliki kelengkapan yang ordinary.
Tetapi,
sunnatullah menyatakan bahwa setiap kualitas baik, resiko yang akan
ditanggungnya pun juga sangat berkualitas. Hal ini mengingat sejarah manusia
yang gagah berani memikul amanah dari tuhan. Imam Mujahid mengatakan, ketika
Allah menciptakan Adam, lalu Dia menyodorkan dengan berkata “Aku telah
menawarkan amanah pada langit, bumi, dan gunung. Tetapi mereka menolaknya. Kemudian
Adam yang berani menerima amanah itu.
Ini jelas berarti bahwa penyodoran pada langit,
bumi dan gunung hanya sebatas pilihan saja, bukanlah suatu ketetapan. Jika
seandainya Allah menetapkan kepada mereka, tentu mereka tidak akan kuasa untuk
menolaknya. Imam Fuqaha dan lainnya mengatakan, “Penyodoran dalam ungkapan di
atas hanyalah kiasan. Artinya, langit, bumi dan gunung yang gagah itu tidak
akan mampu memikul beban ilmu-ilmu
syariat. Sebab, di dalamnya ada pahala dan siksa. Lalu manusia yang merasa
mampu untuk memikul tawaran itu, langsung menerimannya tanpa banyak kata.
Kemudian
dijelaskan pada QS. 33. 72 Allah bersumpah, “Sesungguhnya manusia amat dhalim
dan bodoh”. Berdasarkan sejarah, sumpah itu dikatakan Allah ketika manusia usai
melakukan kedhaliman. Pada saat tawaran itu diterima manusia, lalu Allah
memberikan semuanya untuk manusia.
Ibnu
Abbas mengatakan, “Amanah diberikan kepada Adam as. Lalu Allah berkata,
“Ambillah semua yang di dalamnya. Andai engkau berbakti kepadaKu, Aku akan
mengampunimu. Tetapi, jika engkau tidak menepatinya, maka Aku akan menyiksamu.
Tawaran yang diberikan kepada manusia jelas merupakan unsur ketuhanan.
Jawaban
Adam yang tegas bahwa dia akan mampu mengemban tawaran itu, sangat dipercayai
oleh Allah. karena, dengan bekal yang diberikan kepadanya paling unggul
melebihi lainnya. Jika yang lainnya menolak, itu bisa kita ma’lumi. Karena,
makhlukNya yang paling sempurna hanyalah manusia.
Pada
kenyataannya, amanah itu dilaksanakan tidak lama. hanya, setengah hari saja
Adam sudah melanggar pesan Allah. Dia telah memakan buah khuldi, sehingga
dikeluarkan dari surga. Dan Allah meneyesalkan hal itu. Sehingga, Dia
memberikan gelar bahwa manusia itu dhlaim dan bodoh.
Itu
artinya, manusia berhak menyandang gelar apapun. Dan semuanya tergantung pada
manusianya sendiri. Semua wawasan bebas dikuasai oleh manusia. Tetapi, hanya
satu yang diminta oleh Allah. Tetap menjaga amanah. Tidak menyelewengkan
tugasnya. Jadi, sebagai umat yang baik dan ideal, tidak akan menyelewengkan
tugas ketuhanan. Apalagi melakukan hal yang jelas-jelas dilarang oleh Allah.
Meskipun dengan dalih jihad. Itu
artinya, Allah telah memberikan kepercayaan pada kita untuk tidak membuat
kerusakan di muka bumi ini.
Post a Comment