Sadari Perbedaan
Oleh: Khoirul Anwar Afa
Pengamat Cinta Kitabian Al-Kitabah Jakarta
Hp: 085 742 014 291
Perbedaan sangatlah wajar dalam kehidupan kita. Memang pada hakikatnya apa yang dipikirkan orang tidaklah sama. Lain kepala, lain pula pikirannya. Jika yang lain melihat orang lain itu lebih utama daripadanya, maka belum tentu orang lain berpikiran sama. Maka, itu sebenarnya adalah tabiat manusia. Nabi menggambarkan sebuah perbedaan sebagai hikmah dalam kehidupan.
                Semua itu sangatlah rasional sekali apabila kita mampu merenungkan lebih dalam. Sebagai contoh perbedaan madzhab bagi umat islam. Dari madzhab satu dan yang lain terdapat perbedaan yang tidak sejalan. Ada yang menganggap bahwa perkara seperti ini adalah boleh, sedangkan yang lainnya tidak boleh. Meskipun dasar pengambilan sumbernya adalah sama. Yaitu berdasarkan Quran dan Hadis.
                Sebagai contoh lain tentang mencari banyak teman. Sebagian orang yang senang berteman, akan mengatakan memperbanyak teman itu adalah ibadah. Karena tidak lain adalah menjalin silaturahmi. Tapi sebagian orang ada yang tidak setuju dengan memperbanyak teman. Dengan alasan mereka takut akan adanya permusuhan dan membebankan mereka apabila tidak mampu memberikan yang terbaik pada teman-temannya.
                Mengenai hal ini, Iskandar dalam buku “Adabu addunya wa Addiin” mengatakan, “Memperbanyak teman tanpa adanya saringan bagikan orang yang selalu senang memikul batu. Sedangkan orang yang memilih teman dengan hati-hati bagaikan memilih pelita.” Tepai mereka yang mengatakan lebih senang dengan memperbanyak teman juga mempunyai landasan yang kuat. Mereka berpegang teguh pada hadis nabi yang menganjurkan untuk bersilturahmi. Seperti pada awalnya Syekh Zarnuji melarang bergaul pada teman yang tidak terpilih atau secara kasrannya tidak berbudi baik. Tapi, setelah itu Beliau memberi catatan, asal mampu mengarahkan mereka pada jalan yang baik.
                Jika kita bayangkan hal tersebut intinya adalah sama. Mereka hanya menghawatirkan pengaruh dari mereka yang tidak terarah pada jalan yang benar. Jika yang dikhawatirkan hanya terkait masalah itu, maka sama saja kita tidak boleh bermain dengan tetangga, atau bahkan saudara sendiri. Karena, diri kita sebagai insan biasa pastilah terbawa oleh pengaruh orang lain. Meskipun orangtua.
                Yang dikhawatirkan hanyalah karena nantinya tidak kuat menghadapi permasalahan dengan banyak orang. Tetapi, apabila kita sudah merasa mampu untuk bergaul dengan banyak orang, dan merupakan pekerjaan wajib kita sebagai sang pendakwah, apakah masih melarang diri kita untuk bergaul dengan banyak orang? Kemudian bagaimana nasib mereka yang sementara belum menyadarkan diri dan masih menikmati dengan dunia gelap mereka? sedangkan Allah dalam firmannya sangat menganjurkan untuk menuntun saudara-saudara kita pada jalan yang benar, dan membawakan kehidupan yang lebih cerah untuk mereka.
                 Bagi kita yang lebih mengenal akan hal itu, dan merasa dirinya mempunyai kewajiban untuk saling mengingatkan kepada yang lain, sebaiknya agar tidak mudah bersifat apriori dan senang menjustifikasi terhadap perbedaan. Kita harus menghargai perbedaan. Karena, hanya dengan perbedaan yang akan mendorong kita dalam perubahan dan perkembangan.  Nabi sudah memberikan contoh untuk menghargai adanya perbedaan. Bukankah kita sebagai umatnya harus mengikuti jejak Nabi? Wallahu ‘Alam.     
                

Post a Comment

 
Top