Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji untuk
Allah Swt, yang telah memberikan nikmat kepada kita semua. Serta selawat dan
salam kita hadiahkan untuk Nabi Muhammad saw, dengan besar harapan, syafaatnya
dapat mengiringi kita semua. Semoga.
Sebagaimana yang telah kita pelajari
dalam materi ini, kita telah memahami ada beberapa metode yang digunakan untuk
mengambil makna dari sebuah hadis. Hal ini merupakan telaah penting sebagai
bekal ketika disuguhi teks hadis. Meskipun oleh mayoritas orang mengatakan
bahwa hadis demikian adalah shahih, namun kita sebagai Mahasiswa fakultas
Tafsir hadis harus jeli menelaahnya.
Karena, dalam studi hadis selain
mengenal jarh wa ta’dil ada istilah alat lain yan digunakan untuk
memahami teks hadis. Sebagaimana yang dibuat oleh pemakalah. Secara dasar
menarik. Tetapi, karena kelemahan pemakalah yang tidak mendapatkan banyak
informasi terkait tema ini menjadikan tulisan pemakalah hanya sederhana.
Untuk itu, pemakalah sangat memohon
dorongan teman-teman beserta bimbingan bapak dose, Ubaidi Hasbillah, MA, untuk
selalu memberikan arahan pada makalah yang masih belum layak baca ini.
Terimakasih.
Jakarta,
13 April 2014.
A.
Pengertian
Illat
Secara
etimologi illat berasal dari kata 'علّ'' ''يَعِلّ'' و''يَعُلّ yang memiliki korelasi makna “selalu” karena terbentuk
dari bentuk wazan yang mudlo’af. Dan secara makna kata علّ bermakna علّه yakni سقاه yang artinya adalah selalu
menyirami. Sedangkan, jika sudah bergeser menjadi kata علّة, maka artinya adalah مرض (penyakit).[1]
Adapun
secara terminologi, ulama hadîts mendefenisikan ‘illat dengan
beberapa pengertian:
a.
Menurut Ibnu
Shalah:
عبارة عن أسباب خفية غامضة قاضحة في الحديث
“Ungkapan
untuk sebab-sebab tersembunyi (laten) yang menciderai hadîts.”
b.
Menurut al-Nawawiy:
عبارة عن أسباب غامض مع أن الظاهر السلامة منه
c.
Menurut Jauhari dalam Shahah.
حدث يشغل صاحبه عن وجهه
“Peristiwa
yang membuat orang berpaling dari dirinya.”[3]
Istilah ‘illat juga kadang digunakan untuk menyebut kebohongan
perawi, kelalaiannya keburukan
hapalannya, dan sebab-sebab minor lain yang kentara. Dalam hal ini,
mayoritas intelektual lebih cenderung pada pendapat ahli hadîts yang mendefinisikan
hadis ma‘lul (mempunyai 'illat) sebagai hadîts yang secara kasat mata bebas dari ‘illat,
namun setelah diteliti ternyata ditemukan cacat yang menciderai ke- shahîh-annya.
Untuk membedakan ‘illat terminologis dari ‘illat non-terminologis
yang disebutkan ulama, harus memenuhi dua syarat; pertama kecacatan tersebut
tidak tampak dan tersembunyi. Kedua, merusak keshahihan hadîts. Jika salah satu dari keduanya tidak terpenuhi,
seperti ‘illat itu nyata atau tidak merusak, maka tidak dikatakan ‘illat.
Dari
pengertian dan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ‘illat adalah
kecacatan terselubung dan tidak nyata yang terdapat pada hadits yang telah
ditetapkan ke- shahîh-annya. 'Illat ini digunakan untuk membedah hadîts- hadîts
yang sudah dinyatakan shahih, sedangkan hadits yang statusnya sudah jelas
sebagai hadîts dhai'f,
tidak dikaji lagi. Tujuannya adalah menyingkap kemungkinan adanya cacat yang
tersembunyi di dalamnya, sekalipun tampilan luarnya terlihat - shahîh
Jika demikian halnya, bisa jadi ada sebuah hadîts
sudah dinyatakan ke- shahîh-annya berdasarkan syarat-syarat
global (zhahir) ke-shahîh-an hadîts, tetapi karena ditemukan kecacatan yang tersembunyi
di dalamnya, maka label shahîh pada hadîts tersebut menjadi gugur.[4]
Terjadinya
Illat Dalam Hadits
Illat
hadits dapat terjadi pada sanad, pada matan, dan pada sanad dan matan
sekaligus, tetapi mayoritas ‘illat hadits terjadi pada sanad . Terjadinya
‘illat bisa jadi karena sanad hadits terputus seperti; 1). Sanad yang tampak
muttasil dan marfu’ ternyata muttasil tapi mauquf. 2). Sanad yang tanpak muttasil
dan marfu’ ternyata muttasil tapi mursal. ‘Illat juga diterjadi karena perawi
yang tidak dabit.
Misalnya:
1). Terjadi percampuran hadits dengan bagian hadits lain. 2). Terjadi kesalahan
penyebutan perawi, karena adanya lebih dari seorang perawi yang memiliki
kemiripan nama sedang kualitasnya tidak sama-sama siqat. Pada matannya
terjadi salah satu jenis idraj, atau adanya penambahan padanya yang bersatus
syaz.
Contoh illat pada
sanad
ما رواه يعلي بن عبيد عن سفيان الثوري عن عمرو بن دينار عن ابن عمر عن النبي صلي الله عليه وسلم قال: البيعان بالخيار...
Menurut Ibnu Shalah hadits tersebut bersambung, diriwayatkan dari perawi adil dari perawi adil, matannya sahih tetapi sanadnya mu’allal tidak shahih. Pada hadits ini,‘illat terjadi karena adanya kesalahan Ya’la bin ‘Ubaid yang menyebut Amru bi Dinar, padahal yang benar adalah Abdullah binDinar.
Contoh ‘Illat pada
Matan
Salah satu contoh
‘illat matan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim bin Hajjaj dengan
jalur tunggal dari Al-Walid bin Muslim, sebagaimana berikut ini :
من رواية الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ قَتَادَةَ ؛ أَنَّهُ كَتَبَ إِلَيْهِ يُخْبِرُهُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ حَدَّثَهُ : قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِالْحَمْد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }
Artinya : Dari
Al-Walid bin Muslim, Al-Auza’i, Qatadah, dari Al-Auza’i, dari Anas bin Malik,
bahwasanya Anas berkata, “Aku pernah shalat di belakang Nabi saw, Abu Bakar,
Umar, dan Usman, mereka membuka (shalatnya) dengan bacaan hamdalah.
Menurut Al-Suyuti,
hadits di atas telah terjadi ‘illat pada matan karena Al-Walid bin Muslim
menambahkan صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam matan
haditsnya. Padahal menurut riwayat Malik jalur Humaid, Anas bin Malik tidak
menyebutkan “di belakang Nabi saw”. Lengkapnya:
وحَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ : قُمْتُ وَرَاءَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكُلُّهُمْ كَانَ لَا يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ
Bahkan hadits
riwayat Muslim tersebut setelah dibedah dengan pisau ‘illat, ditemukan ada sembilan‘illat
di dalamnya yaitu ; bertentangan dengan mayoritas Huffaz (penghafal).[5]