Pidato Untuk Acara Pemberangkatan Umrah Yang Diiringi Dengan BacaanSurat Yasin
Saya
hanya ingin berbagi pidato yang simpel saja. Tetapi, insyaallah tidak akan
kurang jauh dari yang dikehendaki oleh para jamaah. Pidato ini, sebagai teks
yang saya pakai untuk pertama kali menjadi penceramah di acara pemberangkatan
Umrah, dan kebetulan acara itu diiringi dengan bacaan surat Yasin.
Pertama kali, saya harus buka
buku-buku sebagai referensi. Tujuan saya agar materinya tidak melebar
kemana-mana, tanpa arah. Karena, banyak penceramah meskipun sudah biasa
ceramah. Namun, tetap saja materi yang disampaikan tak ubahnya memutar kaset
saja. Artinya, materi yang terlalu banyak diulang, entah berapa puluh kali.
Nah, untuk itu, saya akan sedikit
berbagi dalam blog ini untuk sekadar bekal “dadakan” dan sangat sederhana.
Assalamualaikum,
wr, wb.
الحمد لله الذي أوضح
الطريق للطالبين، وسهل منهج السعادة للمتقين، وبصر بصائر المصدقين بسائر الحكم
والاحكام في الدين، ومنحهم أسرار الايمان وأنوار الاحسان واليقين.
وأشهد أن لا إله إلا الله
وحده لا شريك له الملك، الحق المبين.
Pidato Untuk Acara Pemberangkatan Umrah
وأشهد أن سيدنا محمدا عبده
ورسوله الصادق الوعد الامين، القائل: من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين.
صلى الله عليه وعلى آله
وأصحابه والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين.
Terimakasih
atas undangannya yang diberikan kepada saya. Diri saya pribadi merasa mendapat
keberkahan dari undangan ini, diantaranya saya masih diberi kesempatan untuk
bersilaturrahim dengan saudara-saudara semua. Mudah-mudahhan Allah meridlai
majlis yang mulia ini. Amin.
Ketika saya diberitahu ada acara doa
bersama yang diiringi dengan tahaddus bin ni’mah, diisi dengan membaca surah
Yasin. Hal ini sangat hampir langka. Dan kebaikan yang hampir langka itu justru
semakin mahal harganya. Begitu juga sebagaimana sabda Nabi saw, man sanna
sunnatan hasanatan wa umila bihaa kana lahu ajruha... “ siapa saja yang
mentradisikan tradisi baik maka akan memperoleh balasan yang baik.
Terkait dengan Yasin, Nabi pernah
bersabda, “inna likulli syaiin qalban wa qolbu quraanin suratul Yaasin.” Segala
sesuatu itu ada hatinya, dan hati al-Quran adalah surat yasin. Sebagaimana yang
kita tahu, hati merupakan kunci dari segala sesuatu, begitu juga Yasin
merupakan kunci dari al-Quran.
Allah
berfirman dalam al-Quran, “Waatimmul hajja wal umrata lillaah....” sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah.
Untuk itu, yang menjadi kunci utama demi kesuksesan dalam kedua ibadah tersebut
hanya dengan ikhlas kepada Allah. Hal ini wajar saja sebagai bentuk totalitas
dalam melaksanakan apapun yang memiliki taalluq atau koherensi langsung
dengan Allah. Maka, sebagai bentuk kesempurnaan, semua amal tersebut harus kita
transendenkan kepadaNya.
Dalam firmanNya juga, beliau juga menghimbau
bahwa suatu yang pantas untuk dijadikan bekal hanyalah upaya takwa.
“Watazawwaduu fainna khairo al-zaadii at-taqwaa. Wattaquuni yaa ulil albaab.”
(QS. Al-Baqarah 197). “Berbekallah kalian ketika berangkat haji. Dan,
sebaik-baiknya bekal hanyalah ketakwaan. Maka bertakwalah kepadaKu, para
orang-orang yang memiliki hati.”
Secara universal, haji dan umrah itusama. Maka, dalam ayat pertama tadi telah saya sebutkan bahwa perintah Allah
hanya untuk menyempurnakan haji dan umrah. Dua ibadah yang tujuan dan maqsadnya
adalah sama. Haji secara etimologi atau bahasa adalah bermaksud untuk ke
Ka’bah. Sedangkan umrah dalam bahasa adalah mengunjungi. Yaitu mengunjungi Kota
Suci Nabi.
Maka, secara mendasar tidak ada
perbedaan kecuali pada rukunnya. Jika haji ada wukuf, jika umrah tanpa wukuf di
Arafah. Begitu pula waktunya pun berbeda antara pelaksanaan haji dan Umrah.
Haji hanya dilaksanakan satu tahun
sekali. Tetapi Umrah sebagai kunjungan boleh dilakukan di waktu apa saja.
Bahkan ada yang mengatakan lebih afdhal jika dilakukan pada waktu Ramdhan. Hal
ini yang menyebabkan parapraktisi tour haji dan umrah sering kebanjiran order.
Namun, ada sisi yang lebih urgen
dari semua itu. Bahwa dalam melaksanakan ibahah haji dan umrah justru dalam
rukun-rukunya termanifestasi sosialitas yang benar-benar tidak bergantung
dengan apapun yang manusia miliki. Contoh saja seperti ketika ihram, orang
harus berpakaian begitu rupa. Tanpa model, tanpa jahitan yang berhias. Tidak
seperti biasanya.
Dan, sama halnya dengan rukun-rukun
yang lain. Sa’ai juga demikian. Dalam bahasa, Sa’ai itu adalah berusaha
untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Hal inipun seperti sabda Nabi, “Yaa
ayyuha annaas isyaauuu, fainnassya’ya qad kutiba alaikum.” Jika diartikan
dengan ta’wil, maka hadis demikian berbicara tentang berusaha.
Sebagaimana dikatakan dalam
al-Quran, “Waman araadal akhirata wa saa laha sya’yaha fakana sya’yuhu
masykuraa.” Siapa yang menghendaki akhirat maka berusahalah semampunya agar
usahanya itu menuai hasil.
Jadi, apapun kaitannya dengan
perintah Allah yang termasuk dalam rukun Islam yang ke-lima itu terdapat
rahasia-rahasia kehidupan yang sebenarnya sangat menyentuh rohani. Maka yang
paling dianjurkan ketika melaksanakan ibadah tersebut hanyalah ketakwaan dalam
eksoterik dan esoterik, jasmani dan rohani.
Eksoterik, secara lahir harus mampu
segala hal untuk melaksanakan ibadah ke Tanah Suci. Baik dalam biaya, kesehatan
serta kesiapan yang mumpuni. Untuk yang rohani, bisa berupa kesiapan mental dan
psikologis yang teratur. Karena, tujuan utama dalam menjalankan ibadah ini
bukan untuk wisata atau berlibur. Melainkan berupaya mencari kesempurnaan
Islam. Lebih lanjutnya adalah untuk membenahi rohani.
Jadi, hikmah dari haji dan umrah
harus benar-benar ada. Dan ini bukan semata-mata otomatis menempel, melainkan
harus ada upaya dari orangnya. Allah hanya membimbing. Maka Nabi bersabda, “Man
yuridillahu bihi khairon yufaqqihhu fi addiin.’ Siapa saja yang menginginkan
kebaikan di sisi Allah, maka hendaknya memahami agama. Haji dan umrah ini
termasuk bentuk tafaaqquh fi addiin.
Jika seperti itu, maka yang
diharapkan ketika telah pulang dari Tanah Suci semoga mendapatkan ridlo dan
rahmat Allah Swt. Selamat sampai rumah dan bertambah kualitas Iman, Islam, dan
Ihsannya. Amin.