Kupetik Bintang saat Purnama Menghilang
Oleh : Khoirul Anwar Afa
Yayah masih mengenang kisah-kisah menyakitkan saat perceraian dengan suaminya.
Rasa trauma menggenangi hatinya, seperti tidak mengharapkan datangnya sang arjuna lagi. Dia masih termenung dengan nasibnya. Kini hanya bantal guling dan lembaran-lembaran kertas yang menjadi teman bicaranya.
Waktu sudah menjelang malam, sms menyapa,
“Malam mbak? sedang apa nih?
Sms dari Lisin teman baiknya yang selama ini menemaninya di waktu duka dan gembira.
Hati Yayah semakin tak karuan, mau jawab “aku sedang sedih”, rasanya gak enak. Akhirnya jemari menekankan kata-kata,
“Ni dik lagi tikrar al-Quran, kamu sendiri lagi apa?”
“Saya baru datang dari privat mbak”
“O..dah makan belum dik? Jangan lupa makan lho ya!” Tanya Yayah, seperti adiknya sendiri.
“Iya mbak, sudah kok, tadi mampir warung beli makan”
Yayah merasa haru dengan Lisin. Dia merasa bersalah dengannya, waktu proses perceraian kemarin, Lisin sempat dituduh berselingkuh dengannya. Bahkan, sampai diseret di pengadilan agama oleh mantan suami Yayah.
Yayah masih mengingat kata-kata Lisin “Insya Allah saya siap menemanimu untuk menyelesaikan masalah ini mbak”.
Dalam benak Yayah, Lisin tergambar seorang tegar dan pemberani.

###

 Air mata semakin deras. Yayah duduk di teras sambil menghayati arti kehidupan. Ketenangannya semakin terkikis dengan para pelamar yang tidak jelas. Dia dalam kegaluan yang mendalam masih belum tau mau dilangkahkan kemana kakinya, 2 hari lagi masa idahnya sudah selesai.
Lagu Letto Menyambut Janji terdengar dari bunyi Hp-nya, tanda sms masuk.
“Assalamu’alaikum. Yah, lagi apa nih? Gini, tadi ada temenku dosen yang ingin silaturahmi denganmu, dia duda punya anak satu, ekonomi sudah lumayan, sudah punya mobil, dan dia juga punya pesantren. Kalau kamu ada waktu, maen di rumahku ya? Tak tunggu…” sms dari Bu Kemi, teman ngajar di sekolahan.
Hati Yayah semakin terpukul. Kegelisahan menghantam keras. Hatinya ingin jebol, mulut tak kuat menahan, ingin rasanya menjerit.
Dia hanya memandangi layar Hp, tidak memberi jawaban apa-apa pada Bu Kemi.
“Dik, tadi ada Bu Kemi nawarin calon, gimana nih dik?” dia memberi kabar pada Lisin. Karena Lisin teman baik Yayah yang tahu persis berita Yayah. Tapi, dia gak tahu kalau Yayah malam itu sudah ingin melarikan diri.
Lisin tidak menjawab smsnya.
Hp berbunyi lagi, sms datang dari Rofik, “Fa, aku sedang sakit, badanku lemes gak kuat apa-apa. Beberapa hari aku gak nafsu makan Fa. Aku merindukan suaramu, tolong Fa angkat telfonku, sebentar saja. Selamatkan jiwaku Fa.”
Rofik salah satu remaja umur 25 tahun yang melamar Yayah. Yayah sudah bersikap keras menolaknya. Tetapi, Rofik tak bosan-bosan mengejarnya. Yayah semakin bingung. Mengharap sms datang dari Lisin, dia berharap mendapat petuah darinya. Tetapi, nihil. Apa yang diharapkan tak kunjung tiba.
###
Meskipun Yayah janda umuran 35 tahunan, tetapi masih kelihatan muda. Tubuhnya yang mungil, wajah gemilang dan tubuh aduhai membuat banyak orang ingin membahagiakannya. Tetapi, itu semua justru malah menggolakkan ketenangannya.
“Pagi mbak, lagi apa nih?” Lisin menyapanya lewat sms.
 Kali ini Yayah merespon lain. Dia sedikit sensitif dengan Lisin, gara-gara smsnya tadi malam tak dijawab.
“Ni lagi nyuci dik” jawabnya dengan nada santai.
Lisin sudah merasa kalau dia sedang sensitif, tetapi dia tidak menyinggung masalah itu.
“Dah sarapan belum?” Tanya Lisin.
Yayah tak menjawabnya.
Lisin semakin tidak tenang dan dihantui seribu pertanyaan.
“Ada apa dengan dia ya?, Ya Allah lindungilah dia, dan jaga hatinya, kuatkan dia dalam menghadapi cobaan ini” doa Lisin dalam hati.
Hati Lisin semakin tak karuan, ingin mengungkapkan sesuatu di hatinya. Tapi, tidak tahu harus bagaimana. Dia ingat kata Zaki, kalau itu tanda cinta.
“Aku tahu, aku ini siapa. Aku tahu, aku tidak seumuran dengannya. Tapi, aku harus tahu, kalau hati ini tidak bisa didusta.” Lisin merenung di kamar kecilnya, seusaia ngajar dari sekolah.
Dia juga kesal, bertanya-tanya dalam hati, “kenapa Yayah tak kunjung sms? Apa dia kesal karena aku tak bales smsnya semalam?”
Di satu sisi dia menimbang risiko yang besar. Dan di sisi lain, dia tidak seumuran dengan Yayah. Tetapi, dia sudah jatuh cinta. ”Apa dia siap menerima perasaan ini?”
Ah…sepertinya mustahil. Tapi Zaki mendiskripsikan kalau dia juga berperasaan sama, pasti dia menunggu kehadiranku.”  Lisin semakin tegar, dia ingin mengeluarkan mental bajanya. Anggapan dia, ini bukan dalam perdebatan, atau memimpin persidangan, dan ini bukan forum kajian, ini asli perasaan. Singkatnya cinta.
“Ah cinta…aku harus mendapatkan cinta ini, aku tak peduli lagi siapapun dia, dan sebesar apapun risiko yang akan kuhadapi nanti, yang penting aku sesuai syariat, dan sesuai prosedur.”
Lisin memegang hpnya. Ingin menelfon, tapi kurang begitu berani. Sms, gak jentel. Tapi malam itu dia harus mengungkapkan perasaannya pada Yayah. Toh satu hari lagi Yayah akan pergi, mungkin sudah tak sudi melihatnya lagi.
Nama phonbook “Mbakku” sudah siap menyambung telfon. Satu kali sampai tut…tut…tut. Yayah belum menjawab telfon.
Dua kali baru terdengar suara merdu, sosok Yayah menjawabinya. “Assalamu’laikum…ada apa dik?”
Lisin gemetar, mulut terbata-bata ingin mengatakan apa. Lupa tadi kata apa yang dirangkainya.
“Wa’alaikum salam, hanya ada satu hal yang ingin aku sampaikan Mbak.”
Gaya Lisin sok formalis. Sekaligus gugup.
“Apa itu dik? Kok tiba-tiba ngomong gitu? “
“Mbak, setelah beberapa kali aku merenungkan sesuatu ini, aku akhirnya menyimpulkan bahwa ini sebenarnya hanya satu arti”
“Lho maksudnya dik?”
Yayah gak paham dengan apa yang baru diomongkan Lisin.
Dia berpikir Lisin aneh, dia merasa bersalah. Karena, seharian sudah sensitif dengan Lisin. Tapi, dia mencoba mengikuti kata-kata Lisin, dan menunggu apa kelanjutan dari perbincangannya. Tapi, hati Yayah dag dig dug der gak karuan.
“Aku mencintaimu mbak…”
  
     Khoirulanwar519@yahoo.com





Post a Comment

 
Top