Profesi Tradisi
Oleh : Khoirul Anwar Afa
Takziyah bisa saja dikatakan sebagai profesi mahasiswa PTIQ untuk survival mereka. Karena, salah satu hal yang sudah mentradisi di kampus al-Qur’an ini, sering dipercayai oleh masyarakat untuk memberikan berkah padanya melalui wahyu ilahi. Mulai dari masyarakat yang sedang berkabung, hingga pejabat yang mempunyai hajat untuk meningkatkan karir.
            Hal seperti itu tidak lagi asing di telinga mahasiswa. Dalam hari-harinya sering kali ada yang mengundang untuk bertakziyah atau hanya datang kerumah pengundang untuk memberikan barokah doa. Tradisi yang demikian, menjadi corak khas mahasiswa yang berlatar belakang hafal al-Quran ini. Dengan dalih apapun orang yang mengundangnya, tetapi yang jelas menjadikan kehadiran mahasiswa PTIQ sebagai mediator ketenangan.
            Oleh karena itu, keberkahan yang dirasakan mahasiswa pada saat masa mereka belajar sudah kentara. Tidak lagi harus bekerja keras banting tulang, berbisnis hingga menelusuri jalan demi mencari uang makan. Karena, kehadirannya yang sebagai pembawa ketenangan bisa menjadi proyek yang menghasilkan. Belum lagi mahsiswa yang sudah dipercaya masyarakat untuk menjadi pemimpin masjid.
            Hampir semua masjid-masjid besar yang ada di Jabodetabek ini dikuasai oleh mahasiswa PTIQ. Artinya, struktural yang ada di masjid sebagian dipegang oleh mereka. Dan hal itu mudah didapatkan hanya dengan membawa nama PTIQ. Karena, sejak awal munculnya Perguruan tinggi ini di Ibu Kota  sudah dipahami oleh  masyarakat sebagai wadah pencetak generasi yang pandai membaca al-Qur’an dan layak menjadi imam shalat.
            Bahkan, kehadiran mahasiswa di tengah-tengah masyarakat Betawi, hingga saat ini mayoritas dikenal sebagai mahasiswa santri. Tidak selayang pandang masyarakat Betawi menilai para penghafal al-Qur’an itu seperti mahasiswa lain yang di benak mereka tergambar mahasiswa orator dan kriminal.
            Sifat-sifat kronis mahasiswa seakan hilang ketika memandang jati diri mahasiswa PTIQ. Meskipun pada hakikatnya kurang lebih seperti mahasiswa yang lain. Masih saja tanggap dengan kebangsaan, yang sering kali dicuapkan oleh mahasiswa dengan orator di jalan, atau sebutan lain “aksi”.
            Itu artinya, sebagai mahasiswa yang membawa biground al-Qur’an dan segmen mereka menjadi pendakwah di masyarakat, sangat tidak cocok jika terlintas wajah orator pada mahasiswa berbasis al-Quran. Karena, sejak awal mahasiswa PTIQ diyakini sebagai agen pembawa ketenangan. Maka dari itu, profesi yang pantas dan mudah didapat oleh mahasiswa setelah masuk perguruan tinggi ilmu al-Qur’an itu, tidak lain menjadi ahli petuah yang menyenangkan dan mengarahkan masayarakat pada ajaran Islam.
            Karena, mahasiswa PTIQ sebagai penguasa mihrab dan mimbar. Mihrab, sebagai imam shalat. Sering kali mereka diminta oleh pihak masjid untuk menjadi imam shalat. Meskipun, status mereka masih mahasiswa semester bawah. Tetapi, kridibilitas dan kapabilitas yang disandang mahasiswa PTIQ mampu mendewasakan status kemahasiswaanya.
            Mimbar, sebagai khatib atau penceramah yang budiman dalam majlis ta’lim di masyarakat. Selain menjadi imam yang tidak diragukan kualitas bacaan al-Qur’annya, juga diyakini sebagai pembawa petuah yang tidak lepas dengan nilai-nilai ajaran ilahi. 

Post a Comment

 
Top