Hadirnya Pelita Bagi Ushuluddin III
Oleh:  Khoirul Anwar Afa
Berdasarkan musyawarah kelas  ushuluddin III PTIQ Jakarta yang disepakati oleh segenap mahasiswa, akan membuat media sebagai wadah untuk membendung kreatifitas Mahasiswa. Hal itu terkupas karena selama proses menjadi mahasiswa di PTIQ kurang adanya refleksi yang mengena sebagai hakikat mahasiswa.            Zaman akan terus berkembang. Untuk itu, sebagai mahasiswa idealis seharusnya memiliki peran argumentatif, sosialis dan selalu responsif dengan lingkungan. Semua itu merupakan perintah mutlak yang harus dimiliki oleh generasi sebagai pembawa perubahan. Tidak hanya sekadar paham dan mahir berbahasa intelek ataupun mengolah retorika, tetapi yang paling penting bagaimana mahasiswa nantinya mampu menjadi penerang bagi bangsa.
            Mahasiswa ushuluddin III tidak sunyi dari pemahaman-pemahan yang bersifat ubudiyah (Pemahan Hubungan Manusia dengan Tuhan), serta tidak hanya jumud dalam pemahaman yang selalu dibilang tradisi atau konservatif. Sebagai ala mahasiswa, ushuluddin III tidak ketinggalan dengan informasi-informasi aktual terkait materi pemebelajaran modern.
            Ketangkasan yang dimiliki memang selalu terlatih setiap hadir dalam forum kelas. Hampir 100% dari seluruh mahasiswa yang duduk di bangku ushuluddin III merasa tertantang dengan keadaan. Sifat kritis selalu terpancing jika mendengar materi yang tidak berkesinambungan dengan pemahaman. Sering kali suasana kelas menjadi ramai, kacau balau ketika menanggapi gagasan-gagasan ambigu dari dosen pengampu.
            Tidak jarang para dosen memberikan kritikan pedas dan stimulus dengan tujuan untuk membangun lebih kokoh lagi pondasi yang kini sudah melecit sebagai pola pikir idealis mahasiswa. Yaitu, mahasiswa yang tidak memberikan persepsi beku dan mudah memberikan penilaian buruk terhadap sebuah pemikiran.
            Sebagai penawar virus seperti itu, mahasiswa menciptakan terobosan-terobosan yang ditujukan demi menerjang lorongan cerah berpikir jernih. Untuk itu, setiap dua minggu sekali mahasiswa ushuludin III mengadakan diskusi mikro. Diskusi itu sudah berjalan beberapa kali, dan sering juga mendatangkan pengampu ketika menemukan kejanggalan.
            Sebagaimana perintah al-Quran, bahwa diskusi itu salah satu sarana untuk menemukan titik pencerahan bersama, maka bagi mahasiswa ushuluddin III wacana seperti itulah yang hingga sekarang masih diterapkan.
            Selain itu, kali ini merealisasikan majalah guna menampung kreatifitas mahasiswa. Serta mengasah mahasiswa dalam dunia tulis menulis, dan sebagai ajang tampilnya pola pikir mahasiswa dalam dunia media. Secara faktual memang langkah seperti itu yang dapat menumbuhkan kepesatan pemikiran mahasiswa berkancah makro.
            Artinya, persaingan pemikiran yang semakin keras dan pedas mengikuti arus zaman sehingga menatang diri untuk lebih melihat dunia. Pepatah mengatakan dunia dalam berita. Filosofinya, dunia akan mengkrucut dalam berita. Dan berita itu akan dapat dipahami dengan apik dan awet apabila tertulis.
            Oleh karena itu, mereka semakin tergugah demi menempa pengetahuan yang semakin modern. Meskipun hanya tampil apa adanya, bertekat merealisasikan wacana-wacana pola pikir jernih. Serta tidak takut mengubah dirinya dalam bercipta, karya, dan karsa. Jadi, sudah seharusnya sepak terjang seperti itu menjadi pelita yang mampu menerangi kegelapan pengetahuan. Dan menjadi bahtera yang mengantarkan mengelilingi samudra panjang menuju kesuksesan.anwar-jawa

Post a Comment

 
Top