Oleh : Khoirul Anwar Afa
Diakui
atau tidak, pembelaan terhadap kaum lemah selama ini belum terdapat antusias
sepenuhnya dari pihak pemerintah. Demikian dapat dibaca dari perhatian
pemerintah terhadap keadilan untuk memberikan ganti rugi masyarakat sipil masih
kabur. Hal ini sangat bias jika mengingat orasi sedap yang digemborkan saat
ingin mendapatkan amanah dari rakyat. Sehingga bagi rakyat, semua pemerintah
yang seperti itu tidak jauh dari penipu culas.
Sudah tidak barang asing jika ada banyak memoar atau orasi untuk
membongkar kedok pemerintahan yang berwajah demokrasi ini. Pada akhir tahun
2009 lalu, pernah ada dari salah satu anak bangsa melalui sebuah buku secara
jujur mengungkap keterkaitan presiden
SBY dengan kasus century. Pada buku yang berjudul “Membongkar Gurita Cikeas :
Di Balik Kasus Bank Century” yang ditulis oleh George Junus Aditjondro itu,
dengan jelas berusaha menguliti borok -borok Cikeas. Dalam salah satu bab,
Aditjondro menyebutkan keterlibatan SBY dan keluarganya dalam kasus Century.
Buku “Di Balik Kasus Bank Century” itu membahas empat yayasan seperti
Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Kepedulian dan Kesetiakawanan, Yayasan Madjelis
Dzikir SBY Nurussalam, dan Yayasan Mutumanikam Nusantara yang dikaitkan George
sebagai pencari dukungan politik dan dana.
Namun sayang, meski baru di launching secara terbatas di
Yogyakarta, buku "Membongkar Gurita Cikeas" sudah menghilang dari peredaran di sejumlah toko buku sejak
tanggal 26/12/09. Beberapa toko buku besar di Yogyakarta seperti Gramedia sudah
tidak memajang buku terbitan PT Galangpress itu.
Bentuk otoritarian serta sepak
terjang untuk menghapus kuman-kuman yang mengakibatkan tidak nyamannya
pemerintahan begitu kentara. Sehingga, tak pelak jika buku yang ditulis
Aditjondro itu segera dilenyapkan dari tengah masyarakat. Pasalnya, wajar saja
jika setelah buku itu dikonsumsi masyarakat, maka warna gelap akan melumpuri
citra SBY dan partai demokrat.
Meskipun akhir-akhir ini telah
terkuak borok yang dilakukan oleh jajaran anggota parpol Demokrat. Mulai dari ketua,
bendahara hingga sekjen Demokrat, yang mengakibatkan mereka mundur. Dan, bahkan
ada yang dikeluarkan dengan paksa dari partai Demokrat. Maka, kasus tersebut
merupakan jawaban dari buku Aditijondro yang menghilang tanpa kabar 3 tahun
silam.
Namun, hingga titik ini belum
semuanya borok itu terkuak dan menjadi rubrik umum. Bahkan, sekarang ditambah
lagi dengan orang-orang misterius yang diduga dekat dengan presiden, seperti
Sengman dan Bunda Puteri. Maka tugas berat lagi untuk KPK agar harus lebih lanjut
menelisik isu-isu Cikeas yang selama ini masih kabur dari wacana publik. Agar dapat
mengupas tuntas para pelaku pembuat borok tersebut secara menyeluruh. Karena
semua itu masih hambar jika menyodok lebih dalam lagi hingga pada himbauan SBY dalam
menyikapi kenaikan UMR Jakarta.
Respon
SBY untuk UMR Jakarta
Dalam
Munas Apindo pada tanggal 17 bulan oktober 2012 lalu, di hadapan ratusan
peserta, SBY menyindir soal Upah Minimum Provinsi (UMP). Dia meminta agar persoalan upah buruh
tidak dikaitkan dengan kepentingan politik untuk menjadi populis di mata
masyarakat. Dia juga mengingatkan kalau upaya menaikkan upah minimum tidak
untuk mencari popularisme. Kemudian menghimbau bahwa upaya tersebut ditunjukkan
pada kaum lemah sangatlah bagus, namun SBY memberikan catatan agar dengan cara
cerdas.
Hal itu dikatakan SBY saat memberi sambutan dalam Munas
Apindo. Dan, acara itu dihadiri Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri
Perindustrian MS Hidayat, Menteri Pertanian Suswono, Menakertrans Muhaimin
Iskandar dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
SBY
juga menghimbau kalau upah buruh yang terlampau
rendah tidaklah adil dan tepat. Namun, kenaikan upah juga harus berlandaskan
kepada kemampuan perusahaan kepada buruh. Jika tidak, kenaikan secara paksa
dapat membebani pengusaha. Menurutnya, akibat kenaikan UMR juga mengancam
kebangkrutan perusahaan. Dan akibatnya ada PHK. Kalau sudah ada PHK akhirnya
rakyat yang menderita.
Pernyataan tersebut tampaknya tidak memandang secara
keseluruhan. Serta tidak melakukan peninjauan langsung pada masyarakat yang
harus menghadapi kehidupan serba kurang. Akibat semua kebutuhan yang serba
mahal. Dan dari pernyataan tersebut tampaknya SBY kurang mampu menganalisa
siklus kebutuhan pangan di Jakarta. Atau keberatannya menaikkan UMR itu didominasi
dengan kolega-koleganya yang mayoritas para pengusaha.
Maka
dari itu, ada pertanyaan besar terkait respon SBY terhadap UMR yang kurang
lapang. Apakah ada keterkaitannya dengan para pengusaha yang ikut menopangnya
selama ini? Hingga mengakibatkan berat lidahnya SBY untuk menyetujui kenaikan
UMR Jakarta. Ini seharusnya menjadi
wacana penting, karena yang mengakibatkan penderitaan pada masyarakat kecil.
Jadi, dibalik
kedok Cikeas masih ada suatu hal yang mungkin selama ini tidak disinggung
terlalu dalam. Pasalnya, masih disibukkan dengan kader-kader partai yang banyak
bermasalah. Kemudian ditambah lagi menjelangnya pemilu 2014 nanti. Maka, jika
masalah ini tidak segera ditindaki, kemungkinan besar permainan culas ini akan
terjadi lagi. wallahu alam.