Banyak ABG Jadi Begal, Apa reaksi Kemendigbud?Maraknya ABG menjadi begal membuat masyarakat menjadi semakin resah akan keamanan mereka. Hal demikian menambah data bumerang selain karena pelbagai dinamika kehidupan sebagaimana isu yang sedang berkembang sekarang. Di tengah terik kehidupan yang serba susah, di tambah dengan keamanan yang terancam. Sehingga sebagai pelampiasan kekesalan, masyarakat nekat berbuat hakim sendiri.
            Begal atau pelaku perampokan lainnya sudah menjadi tren anak muda sehingga tergiur ikut dalam komplotan itu. Kebanyakan pelaku kriminal juga dilakukan para ABG, yang seharusnya masih menikmati bangku pelajaran di sekolah. Rata-rata mereka masih berusia setara SMP dan SMA.
            Senjata paling ampuh untuk memusnahkan kebejatan moral tersebut seharusnya dengan pendidikan. Pasalnya, kejahatan yang dilakukan oleh ABG perlu mendapatkan kontrol orangtua, lingkungan serta pihak pendidikan. Untuk itu, pemerintah juga harus lebih melek meletakkan pendidikan yang sesuai dengan konteks zaman modern saat ini.
Sebagaimana falsafahnya, pendidikan merupakan upaya sadar untuk mencerdaskan dan mengembangkan pola pikir, serta memperkuat spiritual. Mengacu pada Undang Undang SISDIKNAS no 20 tahun 2003, pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia.
            Pendidikan sudah tergerus oleh arus globalisasi zaman. Peran penting yang selama ini belum mendapatkan solusi jitu terus merambah dari generasi ke generasi penerusnya. Dan yang terjadi bukan hanya tawuran antar pelajar, melainkan pelajar berbuat kriminalisasi kepada masyarakat.
            Fokus pada pendidikan, harapan masyarakat sejatinya akan menjadi lega jika pendidikan dapat menyelamatkan anak-anak mereka dari dekadensi moral. Hipotesa demikian sejalur dengan agenda yang telah dijalankan oleh Kemendikbud pada pemerintahan tahun lalu. Dalam K-13 atau kuruikulum 2013, telah berencana untuk mengangkat moral bangsa sebagai bonus demografi.
            Tetapi karena terjadi pergantian pemimpin, skema jernih tersebut tidak digunakan lagi. Bahkan dianggap sebagai langkah yang kurang matang. Anies Baswedan seharusnya mempertajam lagi sistem pendidikan sehingga benar-benar mampu menghasilkan budi pekerti yang mulia. Tidak hanya sederet prestasi akademik yang diraih. Tetapi, prestasi perilaku juga merupakan incaran utama.

Merosot
Kian hari akhlak masyarakat Indonesia semakin merosot. Penilaian ini dapat kita lihat pada seabrek catatan kasus yang berkaitan dengan norma dan etika. Mulai dari koruptor, bahkan sampai maling pohon pisang. Peristiwa demikian telah jelas tidak mencerminkan ruh pancasila sebagai asas kenegaraan.
Ada tiga macam nilai yang terkandung dalam pancasila. Yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian, yang terakhir inilah yang menjadi landansan motivasi segala aktivitas manusia, (Notonegoro 1997). Semangat pancasila menjadi protektor semua masyarakat, dan khususnya pejabat untuk mengimplikasikan nilai-nilainya.
Orangtua selama ini hanya menganggap sekolahan sebagai tempat paling aman untuk menjauhkan anak-anak mereka dari rusaknya moral. Tetapi yang terjadi, karena sekolah mendapatkan bekal tindakan kriminal, dan di luar sekolah dijadikan ajang kenakalan. Sehingga tidak onar di lingkungan sekolah, tetapi membuat onar di tengah jalan.
Pelajar yang terlibat dalam aksi pembegalan memang peristiwa yang baru ditemukan akhir-akhir ini. Meskipun sebenarnya sudah lama kasus demikian terjadi. Bahkan pelaku rata-rata berumur sekitar 18 tahun. Jadi, jelas menunjukkan bagaimana pelaku kejahatan semakin “meremaja.” Dibandingkan para komplotan rampok jika kita lihat tayangan TV, mereka bertubuh kekar dan sudah berusia dewasa.
Rumusan KPAI adanya tindakan yang tidak beradab itu, setidaknya terdapat beberapa penyebabnya, yaitu pertama, pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Kedua, karena disfungsi keluarga dan yang ketiga karena cara berfikir yang serba instan. Keempat, karena bullying yang kerap dialami. Kelima, karena dampak buruk dari tontonan yang mengandung unsur kekerasan
Catatan tersebut harus segera direalisasikan untuk dicarikan solusinya. Tugas Kemendikbud untuk menggandeng KPAI, sudah seharusnya demi mewujudkan impian bangsa. Karena disadari atau tidak, salah satu dari penyebab kebejatan moral sampai sekarang masih banyak kita jumpai. Katakan saja, iklan atau tanyangan di internet yang tidak sehat masih mudah diakeses anak-anak.
Jadi, anak sebagai agen perubahan, dan penerus zaman ini semestinya mendapat perhatian serta perlindungan sepenuhnya. Masyarakat hanya mengerti yang berhak membuat peraturan ketertiban terkait pendidikan hanyalah pemerintah. Maka harapan sepenuhnya selain kepada Tuhan juga kepada pemerintah sebagai wakil Tuhan. Wallahu alam.


 
Top