Setelah adanya perhatian terhadap penulisan hadits pada saat
khalifah Umar bin Abdul Aziz th 100 h. Yang ditulis oleh Zuhri dkk, hadits dan atsar Nabi mulai
berkembang. Bahkan, beberapa ulama mengklasifikasikan hadits-hadits dengan
beragam tema tertentu. Baik dari tema fikih maupun yang lain.
Dan penulisan tersebut ada yang menggunakan bentuk Mushannaf,
Jawaami’, dan Muwaatta. Ketiganya menunjukkan pada metode yang digunakan oleh
penulis kitab hadits. Bagitu juga yang dilakukan oleh Abdurrazzaq, beliau
merupakan salah satu pegiat hadits yang tergabung dalam aktivis ulama hadits di
Yaman.[1]
Arti Mushannaf
Menurut istilah ahli
hadis mushannaf adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab
fiqhi, yang didalamnya terdapat hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’. Karena al- Mushannaf
adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan kitab fiqih, maka al-Mushannaf
termasuk didalamnya.[2]
Salah satu contoh hadis
yang menggunakan metode ini adalah kitab al Mushannaf karya Imam Abdurrazaq.
Secara eksplisit tidak ada pernyataan
yang tegas tentang metode yang dipakai oleh beliau dalam menghimpun
kitabnya al Mushannaf, namun secara implisit dengan melihat paparan beliau dalam
kitabnya dapat diketahui bahwa metode yang ia gunakan adalah metode mushannaf.
Disamping itu, Imam
Abdurrazaq juga menggunakan tahapan-tahapan penyeleksian terhadap hadis-hadis
yang disandarkan kepada nabi, kepada sahabat atau fatwa sahabat, fatwa tabi’in,
ijma' ahli Madinah, dan pendapat beliau sendiri.
Seputar Biografi Imam
Abdurrazaq Dan Al-Mushannaf
Abdul Razzaq yang
memiliki nama lengkap al-Hafiz al-Kabir Abu Bakar ‘Abd al-Razzaq Ibn Hamman al-San’ani (w.
211H.). Ia dilahirkan pada tahun 126 H/744 M. Ia dibesarkan di Yaman dan pernah
mengenyam pendidikan di Yaman.
Kitab Musannaf ‘Abd al-Razzaq sudah dipublikasikan sejak tahun 1972
sebanyak 11 volume, yang disajikan oleh Habib al-Rahman al-A’zami, dan
diterbitkan oleh al-Majelis al-Ilmi, Beirut.(2) Kitab Musannaf ‘Abd al-Razzaqini memuat hadis sebanyak 21033 buah.
Kitab Musannaf Abd al-Razzaq mempunyai kriteria sebagai berikut:
1) Musannaf Abd al-Razzaq ini merupakan salah satu kitab
yang mewakili dari banyak kitab-kitab hadis tertua pada abad kedua hijriah;
2) Musannaf Abd al-Razzaq tidak terpengaruh oleh mazhab
as-Syafi’i, karena di dalamnya masih murni mengandung materi-materi dari qaul
Nabi, qaul Shahabat dan qaul Tabi’in;
3)Musannaf Abd al-Razzaq adalah kitab yang memuat informasi
yang cukup mewakili perkembangan hukum Islam di Makkah;
4) Musannaf Abd al-Razzaq adalah kitab yang lebih tua dan
lebih tebal dibandingkan dengan musannaf-musannaf yang lain.
Dari penelusuran
pemakalah dapat diketahui bahwa Al-Hafiz al-Kabir Abi Bakar ‘Abd al-Razaq Ibn
Hammam as-San’ani adalah nama lengkap dari ‘Abd al-Razaq as-San’ani. ‘Abd
al-Razaq yang juga menulis kitab tafsir li al-‘Abd al-Razaq lahir pada 126 H di
daerah San’an, ia pernah berkelana dalam rangka mengumpulkan hadis Nabi sambil
berdagang di mulai dari kawasan Hijaz, Syam, hingga kawasan Baghdad, Irak.
Metode penyusunan kitab
Pada umumnya, setiap
kitab-kitab hadits memiliki karakter masing-masing dalam menyusun hadits-hadits
dalam ktiabnya. Ada ulama yang mendahulukan hadits yang lebih sahih terlebih
dahulu, ada juga yang mendahulukan pendapatnya dalam tiap bab sebelum pendapat
orang lain, ada juga yang mencantumkan hadits marfu terlebih dahulu dan lain
sebagainya.
Dalam al-Mushannaf,
Imam Abdurrazaq tidak menyusun kitab ini secara keseluruhan mulai dari hadits
yang sahih. Bahkan ada juga yang dimulai dengan hadits dla’if dan diakhiri oleh
hadits yang sahih. Contohnya adalah hadits no. 1110 yaitu :
عبد الرزاق عن يحيى بن العلاء عن الاعمش عن إبراهيم قال بلغني أن رسول الله
صلى الله عليه و سلم أمر رجلا فصب سجلا من ماء
Hadits ini adalah
hadits dlo’if yang selanjutnya pada hadits no. 1111 adalah hadits sohih.
Begitupun ada juga hadits lain seperti hadits no. 1163 yang mendahului hadits
sahih no. 1161.[3]
Beliau terkadang tidak
memulai dengan pendapat sendiri mengenai suatu hadits. Contohnya adalah pada
hadits no. 2321 beliau mulai berpendapat pada akhir matan hadits seperti :
عبد الرزاق عن بن جريج قال أخبرني غير واحد أن النبي صلى الله عليه و سلم بينا
هو يصلي بالناس إذ مرت بهمة أو عناق ليجيز أمامه فجعل يدنو من السارية ويدنو حتى
سبقها فألصق بطنه بالسارية فمرت بينه وبين الناس فلم يأمر الناس بشيء قال
عبد الرزاق وبه نأخذ
Namun dalam bab ini,
orang yang pertama kali berpendapat mengenai hadits adalah ats-Tsaury dalam
hadits no. 2314 dengan redaksi :
عبد الرزاق عن الثوري قال أخبرنا عون بن أبي جحيفة عن أبيه قال رأيت بلالا خرج
بالعنزة فغرزها بين يدي رسول الله صلى الله عليه و سلم بالبطحاء فصلى إليها الظهر
والعصر يمر وراءها الكلب والحمار والمرأةفأخبرني عن الثوري أنه قال في هذا
الحديث فصلى بنا إليها
Metode Penulisan sanad
- Menyambungkan beberapa orang guru dalam jalur sanad.
Maksud beliau dari
menggabungkan periwayatan semacam ini tidak lain hanya untuk meringkas dan
bukan bermaksud untuk memperkuat suatu periwayatan karena beliau sendiri tidak
mensyaratkan kesahihan dalam al-Mushannaf.
Meskipun beliau tidak
mensyaratkan kesahihan hadits dalam Mushannaf ini, namun didalam penggabungan
beberapa orang guru tidak didapatkan penggabungan antara dua orang guru yang
dlaif atau salah satu dari beberapa orang guru tersebut.
Ada dua jenis
penggabungan dalam jalur periwayatan yang digunakan dalam al-Mushannaf, yaitu :
Menyambungkan dua orang
guru (dalam hadits Ma’mar dan ats-Tsaury) dalam satu periwayat yang terdapat
dalam hadits no. 1365 jilid 1 yaitu :
عبد الرزاق عن معمر و الثوري عن هشام بن عروة عن أبيه عن عمر
بن أبي سلمة أنه قال رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم إلخ[4]
Mushannaf Abdurrazaq ini pernah diteliti oleh sarjana Barat,
Motzki. Menurutnya, edisi karya ini memuat penggabungan riwayat, tetapi 90%
materinya kembali pada Ishaq bin Ibrahim Ad-Dabari. Dan, menurutnya, Mushannaf
ini menggunakan metode pendekatan hiostoris tradisi. Dengan menguatkan bahwa
Abdurrazaq benar-benar menyampaikan atau tidak memalsukan haditsnya dari empat
informan utamanya, yaitu Ma’mar, Ibnu Juraij, at-Tsauri dan Uyainah.[5]
[1] . Ibrahim Su’ud Ajjin, Manhaj al-Hafidz Abdul ar-Razzaq fi
Mushanifihi, Maktabah Islamiyah, Kairo, Cet : 1. Hal. 8.
[2]. M. Hasbi Ash shiddiqiy, Sejarah Pengantar Ilmu Hadis,
(Cet.VIII;Semarang:pustakarizki putra,2001), Hal.194
[5]. Phil. H. Kamarudin, Metode Kritik Hadits, Mizan,
Yogjakarta: Hal 129.