Idonesia Menanti Kesehatan Media
Oleh : Khoirul Anwar Afa
Media digunakan sebagai sarana untuk mentransformasikan pikiran masyarakat. Dan, media juga sangat ampuh untuk menjadi alat menyebarkan informasi, gagasan pada khalayak luas. Media akan selalu berlomba untuk mempengaruhi masyarakat melalui publikasi isi media tersebut. Pelbagai macam publikasi dioperasikan sangat dewasa dan profesional sehingga mampu memenangkan percaturan dalam persaingan dunia media.
            Sekarang ini banyak media yang muncul dari perseorangan, atau mereka yang memiliki kekuatan, modal,  dengan gigih bersatu membuat media. Hal itu yang menjadikan sebab munculnya berbagai informasi. Atau menyampaikan kasus yang sama, namun cara penyajiannya yang berbeda.  Karena, pastinya pengolahan informasi tersebut berdasarkan latar belakang media.
            Artinya, dewasa ini media seringkali tidak berlaku fair, tidak blakblakan dalam menyampaikan sebuah kasus atau informasi, bisa dikatakan media tidak lagi sehat, atau media sedang sakit. Akibatnya, kabanyakan informasi yang diterima oleh masyarakat sudah dilucuti oleh media. Dan masyarakat yang mengennyah informasi dari media tersebut akan merasa pilu, ngelu sendiri mengadopsi berbagai sajian berita yang tak sama, cenderung melenceng berbeda.
            Maka, itu sama halnya masyarakat dibubuhi oleh hipnotis media. Dan masyarakat sendiri hanya mengambil mentah, taklid saja. Karena, disebabkan oleh minimnya akses berita dari berbagai media. Anehnya, terkadang suatu wilayah tertentu hanya dikuasai oleh satu media saja. Tidak ada media lain yang dikenali di sana. Serta dengan mudah masyarakat percaya terhadap informasi-informasi yang disajikan oleh media tersebut.
            Namun lebih mengerikan lagi, saat ini media dijadikan senjata dan dimonopoli oleh kalangan politisi. Seperti contoh  Metro TV yang dikuasai oleh PT Media Televisi Indonesia merupakan anak perusahaan dari Media Group, suatu kelompok usaha media yang dipimpin oleh Surya Paloh, yang juga merupakan pemilik surat kabar Media Indonesia.  Surya Paloh seorang politisi yang sekarang ini sedang dikabarkan sebagai ketua umum partai Nasdem. Atau TV One yang dimiliki oleh Ical, yang sekarang sebagai ketua partai Golkar.
            Dari pengaruh kekuatan-kekuatan tersebut yang menyebabkan media tidak lagi orisinil, dan tidak bersifat independen dalam menyajikan berita. Karena, tidak mungkin ketika si boss terkena masalah, dihantam oleh medianya sendiri. Sedangkan para pekerja media hanya menjadi budak konglomerat dan para pemicu materialisme semata.
            Penyebab dari berbagai keminderan pekerja media adalah karena mendapat intervensi dari pemilik, pemasang iklan, pimred (pemimpin redaksi) dll. Mereka terancam akan buntung, kehilangan profesi yang menghasilkan upah. Hal itu, sangat dikhawatirkan oleh mereka yang harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.
            Otomatis, oknum-oknum tersebut tidak dapat diprotes oleh pekerja media. Seperti pemilik media adalah tempat bernaung pekerja media mengais penghasilan. Pemasang iklan, yang ikut memberikan pendanaan biaya kontribusi media tersebut, apabila tidak ada banyak pemasang iklan, maka gaji pekerja akan cenderung tidak naik. Pimred (pemimpin redaksi) tidak mungkin dilawan oleh para pekerja media, karena yang menanggung seluruh kualitas isi media. Dan yang lain-lain adalah yang ikut investasi dalam pembuatan media.
            Jadi, sekarang ini yang mengancam dari kebebasan pers tidak lagi dari pemimpin yang otoritarian. Melainkan, dari kalangan individual yang konglemerat dan mendewakan harta kekayaan untuk menebas kejujuran. Dan upaya mereka memanfaatkan kebebebasan pers untuk mengeksploitasi potensi-potensi yang ada dalam masyarakat guna mendukung bisnis pers.
            Itu artinya, kebebasan yang sudah diolah sedemikian tidak lagi produktif. Dan sama saja semua itu adalah hasil dari reka cipta yang didominasi pola pikir pers yang tidak bersih tersebut. Jika itu semua sudah membudaya dan masih kontinyu dipraktikkan oleh semua kalangan, maka sebenarnya berita yang sehat itu tidaklah ada. Hasilnya, ketiranan pers akan merajalela. Bagi yang kuat akan semakin kuat. Dan yang lemah akan tertindas.
            Beberapa hari lalu SBY memperihatinkan kerja media yang selama kepemimpinannya selalu menghantam dirinya, keluarganya dan teman-temannya. Hal itu sebagai wujud betapa beraninya media menyoroti pihak lain. Sedangkan menimbang Karni Ilyas pemimpin redaksi TV One yang selama ini acap kali melucuti berbagai kasus, namun dia tidak pernah mengobok-ngobok kasus lumpur lapindo yang menyangkut ulah Ical si bossnya. Bahkan dia sendiri mengakui dalam bukunya bahwa itu adalah bentuk manusiawi. Tidak mungkin anak buah melawan si boss.
            Maka, seperti yang ditegaskan oleh KPU (komisi Pemilihan Umum) menjelang pemilu 2014 nanti bahwa akan lebih diketatkan lagi terkait pengawasan terhadap para politisi yang menguasai media. Hal itu sudah saatnya dilakukan agar para konglomerat yang menjadi politisi tidak semena-mena mengorasikan dirinya di depan publik.  
            Kebersamaan KPU dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dalam upaya tersebut, merupakan langkah bijak yang harus segera diterapkan. Demi mewujudkan politik bersih dan tidak adalagi intervensi terhadap pers. Karena, sesungguhnya pers yang harus mendapatkan kebebasan mentransformasikan berita, harus berhadapan dengan para penguasa atau si bossnya.
            Demi mewujudkan pemerintahan yang cemerlang, maka upaya tersebut sangat efektif. Dan pemerintah wajib memberikan dukungan baik materiil maupun sepritiil. Materiil bisa berupa mengerahkan kekuatan untuk membantu mensukseskan upaya KPU dan KPI tersebut. Sedangkan spiritiil bisa berupa stimulus dan perlindungan secara konstitusional.
            Meskipun upaya tersebut tidak semudah perencanaannya, namun tindakan dan step by step harus segera digalakkan. Karena sudah seharusnya kejujuran diungkapkan didepan publik. Agar tidak ada lagi jargonisme harus menguasai media bagi semua pemimpin yang menginginkan citra baiknya masih terjunjung tinggi. Namun, jargon tersebut sekarang harus dialokasikan menjadi menguasai media untuk diawasi agar tidak menjadi ajang ketiranan para pemilik kepentingan pribadi.
            Untuk itu, keterkaitan pemimpin dan pelindung media harus lebih mawas dalam mengontrol berjalannya media. Dan sedikit demi sedikit menuntun media untuk melembagakan pemberitaan yang normatif, sesuai kode etik media, dan lepas dari penguasa yang tidak jujur. Jika hal itu akan deterapkan, maka semua media juga terpengaruh untuk membudayakan medianya menjadi tidak sakit lagi. Wallahu alam.
               

                Description: E:\2012-09-17 07.43.20.jpg

Nama : Khoirul Anwar Afa
Ttl      : Pati, Jawa Tengah , 28 desember 1990.
Riwayat Pendidikan : MI-Mts di Mambaul Ulum Grogolan 02, MA di Manahijul Huda, LPBA (lembaga pengembangan bahasa arab) Kajen Pati dan menghafal Alquran di rumah tahfiz Al-Asroriyah Pati, sekarang di PTIQ Jakarta, Fakultas Ushuludin Tafsir Hadis.
Jabatan : Ketua IKAMADA Jakarta, peneliti di pesantren kreatif Al-Kitabah Jakarta, Devisi Jurnal di Majalah BEM PTIQ Jakarta tahun 2012-2013.
Description: F:\2012_07_16\KTP Anwar.jpgDescription: C:\Users\anwar Afa\Downloads\IMG (2).jpg

No Rek : MUHAMMAD KHOIRUL ANWAR
                0428-01-007322-53-0
Bank BRI Cabang Cinere
Hp : 085 742 014 291

               

Post a Comment

 
Top