Zikir merupakan ibadah yang memiliki kategori paling utama daripada ibadah lainnya untuk umat manusia. Hal demikian sangat berdasarkan perintah Allah yang menganjurkan untuk melakukan zikir, sebagaimana firmanNya:
فاذكروني أذكركم
Dan juga dalam firmanNya:
وما خلقت الجن والانس إلاليعبدون
Dalam firman di atas mengindikasikan
bahwa aktifitas umat manusia yang paling utama ialah mengingat tuhannya.[1]
Secara vertikal manusia memang harus melakukan zikir untuk mengingat siapa
dirinya dan untuk apa kehadirannya di muka bumi ini. Karena tidak lain, tugas
manusia hanyalah memiliki progresifitas untuk mengacu pada titik tertentu yang
memiliki nilai baik. Itulah yang disiratkan dari makna ibadah.[2]
Dan
zikir itu sendiri merupakan ibadah yang independen. Artinya, tidak mengenal
adanya muqayyadah atau batasan-batasan waktu. Maka, dapat diasumsikan
bahwa ibadah zikir tersebut memiliki ruang dan waktu yang sangat lapang,
sehingga memiliki pengaruh yang sangat besar untuk kehidupan di dunia ini.
Sebagaimana firman Allah:
ولذكر الله أكبر
Dalam ayat tersebut menurut
Muhyiddin, diartikan bahwa zikir kepada
Allah memiliki kapasitas yang besar serta mengandung banyak keistimewaan
dibanding yang lainnya. Dan beliau juga mengutip dari pendapat imam Qatadah
yang menegaskan bahwa tidak ada suatau amal apapun yang lebih utama kecuali
zikir kepada Allah.
Begitu
pula seperti yang ditegaskan oleh Mujahid bahwa, orang-orang ahli zikir baik
laki-laki maupun perempuan, mereka akan terbiasa dan tidak henti-hentinya untuk
zikir dalam keadaan apapun. Sebagaimana yang difirmankan Allah swt:
Imam
Muhyiddin juga mengurai rincian dari makna potongan ayat diatas dengan mengutip
pendapat Al-Farra’ bersama Ibnu Qutaibah, yang mengatakan bahwa maksud dari
zikir akbar diatas adalah tasbih dan tahlil. Dan menurut mereka, kedua bentuk
zikir tersebut dapat mencegah manusia melakukan hal-hal buruk dan perbuatan
mungkar.[4]Pandangan
yang dikutip oleh imam Muhyiddin tersebut juga dikuatkan lagi dengan hadis rasul
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
قال رسول الله: كلمتان خفيفتاني علي اللسان ثقيلتاني في الميزان
حبيبتاني إلي الرحمن, سبحان الله و بحمده, سبحان الله العظيم.
Dari redaksi hadis di atas telah
terbukti bahwa zikir itu suatu konsep amal yang memiliki banyak pengaruh, dan mendapat
apresiasi yang besar dari Allah sendiri.
Hal ini juga dibuktikan dengan
sejarah yang dikaitkan dengan manfaat zikir yang pernah dilakukan oleh utusan
Allah. Sebagaimana yang dikutip imam Muhyiddin tentang cerita nabi Yunus yang tenggelam
di air kemudian ditelan oleh ikan. Selama berada dalam perut ikan, dia tidak
henti-hentinya melantunkan zikir, yang isinya tasbih dan tahlil. Sebagaimana
dalam ayat :
Namun, meskipun demikian ada
beberapa ulama yang melarang berzikir pada tempat-tempat tertentu, di WC
misalkan. Bahkan, mereka menegaskan pula, jikapun mereka ketika berada di WC
sedang bersin, merekapun dilarang mengucapkan tahmid. Ataupula ketika ada yang
mengucapkan salam, maka tidak dibolehkan untuk menjawabnya. Statemen demikian
dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab sahihnya,
bahwa ketika beliau didatangi Muhajir bin Qanfaz, beliau sedang kencing. Lalu,
Muhajirmengucap salam pada nabi, namun nabi tidak menjawabnya hingga beliau
selesai kencing dan berwudlu.
Tetapi,
redaksi demikian tidak saklek secara tekstual saja. Pandangan imam Muhyiddin
memberikan kelonggaran bagi yang masih menginginkan zikir dalam keadaan
tersebut, dengan catatan mulutnya tidak bergerak. Atau hanya zikir dalam
hatinya saja.[6]
[1] . Al-Azkaar.
Muhyiddin Abu Yahaya Zakariyya bin Syarif Annawawi. Hal 4. Cetakan 4, Daarul
Ulum, Surabaya 1955.
[2] .
Achmad Warson Munawwir. Kamus Munawwir, hal 887. Cetakan ke-4, Pustaka
progresif, Jakarta, 1997.
[3] .
Sayyid Sabbiq. Fiqhu assunnah. Hal 284. Cetakan Fathullah Ulumul Arabi,
Mesir, 2004.
[4] . Al-Azkaar.
Muhyiddin Abu Yahaya Zakariyya bin Syarif Annawawi. Hal 15. Cetakan 4,
Daarul Ulum, Surabaya 1955.
[5] .
Ibid 16.
[6] .
ibid 28.