Asal-Usul Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian budaya yang berasal
dari Jawa Timur bagian Barat-laut. Dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog
yang sebenarnya. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang sering diidentikkan dengan dunia
hitam, preman atau jagoan serta tak lepas pula dari dunia mistis dan kekuatan
supranatural.
Ada banyak versi mengenai asal usul kesenian daerah ini, namun
yang paling terkenal adalah kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin
menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering
tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh
sang permaisuri. Oleh karena itu, dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit
macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu
dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan
sang permaisuri. Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng
melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok
yang sakti mandraguna.
Reog
merupakan ikon primadona bagi masyarakat Ponorogo. Sampai sekarang kita bias
melihat tugu masuk kota Ponorogo, dekorasi patung reog yang diikuti Gemblak dan
dua sosok penari yang turut tampil dalam pementasan kesenian tari reok Ponorogo
siap setia menyambut para pengunjung kota Ponorogo. Pementasan reog sendiri
sangat kental dengan aura Mistik seperti ritual dan lain sebagainya. Untuk para
pemain reog terdiri dari beberapa tokoh diantaranya, Klono Sewandono, Bujang
Ganong, Jathil, Warok dan Barongan.
Dari
semua tokoh tersebut memiliki riwayat cerita masing-masing dan memiliki versi
yang berbeda-beda.
1. Klono Sewandono atau Prabu Kelono Sewandono adalah tokoh utama
dalam tari Reog Ponorogo. Beliau digambarkan sebagai seorang Raja yang gagah
berani dan bijaksana. Maka, beliau digambarkan sebagai manusia dengan sayap dan
topeng merah. Beliau memiliki senjata pamungkas yang disebut Pecut Samandiman.
2. Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih
Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus
mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga di setiap penampilannya
senantiasa ditunggu oleh penonton khususnya anak-anak. Bujang Ganong
menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik,
jenaka dan sakti.
3. Jathil atau Jathilan adalah kelompok pasukan prajurit wanita
berkuda. Dalam tari Reog Ponorogo, penari Jathil adalah wanita. Mereka
digambarkan sebagai prajurit wanita yang cantik dan berani. Kostum yang
dikenakan penari Jathil adalah kemeja satin putih sebagai atasan dan jarit
batik sebagai bawahan. Mereka mengenakan udheng sebagai penutup kepala dan
mengendarai kuda kepang (kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu) .
4. Warok yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai
tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong
kang sugih wewarah ( orang yang kaya akan wewarah ). Artinya, seseorang
menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain
tentang hidup yang baik. Seorang warok konon harus
menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan yang
sejati.
Pada setiap pertunjukkan, penari warok
adalah pria dan umumnya berbadan besar. Warok mengenakan baju hitam-hitam (celana
longgar berwarna hitam dan baju hitam yang tidak dikancingkan) yang disebut Penadhon. Penadhon ini sekarang juga
digunakan sebagai pakaian budaya resmi Kabupaten Ponorogo. Warok dibagi menjadi
dua, yaitu warok tua dan warok muda. Perbedaan mereka terletak pada kostum yang
dikenakan, dimana warok tua mengenakan kemeja putih sebelum penadhon dan
membawa tongkat, sedangkan warok muda tidak mengenakan apa-apa selain penadhon
dan tidak membawa tongkat. Senjata pamungkas para warok adalah tali kolor warna
putih yang tebal.
5. Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan
dalam kesenian Reog Ponorogo. Seorang pembarong, harus
memiliki kekuatan ekstra. Dia harus mempunyai kekuatan rahang yang baik, untuk
menahan dengan gigitannya beban “Dadak Merak” yakni seukuran kepala harimau
dihiasi ratusan helai bulu-bulu burung merak setinggi dua meter yang beratnya
mencapai 50-an kilogram selama masa pertunjukan.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya
mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang
sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang
terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga.
Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk
memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis
keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku. Maka betapa pentingnya suatu bangsa akan sebuah
kesenian dan budaya sebagai kekayaan yang tak dapat dinilai harganya. Karena,
bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai dan melestarikan
kebudayaanya sendiri.