عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله تعالى عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله تعالى عليه وعلى آله وسلم يقول : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه[1]
“Telah diriwayatkan dari Amirul mukminin Abi Hafs Umar bin Khattab ra, menceritakan bahwa beliau pernah mendengar Rasullulah Saw bersabda, “Sesungguhnya segala perbuatan itu hanya tergantung niatnya. Maka, setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan. Jadi, siapa saja yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Dan, siapa saja yang hijrahnya karena dunia atau wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya hanya mendapatkan apa yang ia inginkan.”
            Ulasan Kata:
* النيات: jamak dari النية yang memiliki arti “kuatnya kehendak hati untuk melakukan sesuatu.”
* هجرته: Pindah dari negara musyrik menuju negara islam.
*الدنيا : Hakikatnya adalah apa yang ada di bumi dan di langit sebelum datangnya hari kiamat.[2]
Terkait arti dari redaksi tentang niat yang pertama dan kedua, yaitu antara kalimat  : إنما الأعمال بالنيات dan وإنما لكل امرئ ما نوى, ada beberapa klasifikasi dari prespektif para ulama. Sebagian mereka mengatakan bahwa redaksi yang pertama adalah “sebab”. Artinya, sebab dari pekerjaan apapun itu terkait pada niatnya.  Dengan dalih, apapun yang dilakukan oleh manusia itu merupakan sesuatu yang terpilih, dan yang memilih adalah makhluk yang berakal.Maka dari itu, tidak mungkin jika yang dilakukan itu tanpa ada niat.
Sedangkan pandangan terhadap redaksi kedua dinilai sebagai bentuk “natijah” atau hasil. Yang tersirat adalah, ketika berniat melakukan sesuatu hanya karena Allah atau karena pahala Hari Kiamat, maka apa yang didapatkan berdasarkan dari niat awal. Sama halnya jika orang telah berniat untuk mendapatkan dunia, maka dia tidak akan mendapatkan akhirat. Kecuali orang itu berniat untuk mendapatkan dunia.[3]
Niat yang didominankan dapat memperoleh kebaikan terhadap apa yang dituju hanyalah “niat yang ikhlas”. Allah swt bersabda:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37)
Daging dan darah (hewan kurban) tidak akan sampai pada Allah, melainkan yang sampai ketakwaan kalian... “ (QS. Al-Hajj 37).
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5)
Mereka hanya diperintah untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas menaatiNya, semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan shalata, menunaikan zakat, dan semua itu indikasi agama yang benar” (QS. Al-Bayyinah 5)
Beberapa dalil yang telah dikemukakan di atas, memberikan catatan atau muqayyadah terhadap niat itu sendiri. Yang perlu digaris bahwai dalam berniat haruslah diiringi dengan ikhlas. Karena dengan dasar ikhlas niat akan dapat mencapai titik maksimal. Ikhlas merupakan alegori yang sangat perlu disandarkan ketika berniat. Hal itu juga ditegaskan oleh Al-Khalil Abi AliAl-Fudlail bin Iyadh ra, beliau mengatakan bahwa meninggalkan pekerjaan karena manusia itu adalah pamer. Dan, melakukan pekerjaan karena sebab manusia itu adalah syirik. Maka, hanya dengan “niat ikhlas” yang dapat memaafkan kedua sifat buruk tersebut.[4]
Analisa Hadits
Hadits tersebut merupakan salah satu kunci dari kaidah-kaidah Islam. Imam Assyafii berpendapat bahwa, hadits pertama dari “Arbain Nawawi” terdapat pada tujuh puluh bab dalam kajian ilmu fikih. Dan para ulama hadits telah melegitimasi bahwa hadits tersebut adalah sepertiga dari ilmu. Kemudian mereka juga mengatakan sunah hukumnya menggunakan hadits tersebut ketika mengawali sebuah karya. Imam Abdullah Al-Bukhari dan Abdurrahman ibnu Mahdii menyarankan kepada siapa saja yang akan memulai berkarya agar mengawalinya dengan hadits tentang niat ituagar dapat dijadikanpengingat bagi siapa saja yang belajar.[5]
           





[2]Arbain Nawawi, Maktabah Syamilah hal 3.

[3]. Ibid
[4]. Yahya, Zakariya Annawawi, Al-Azkaar, Daar Al-Ulum. Surabaya: 1955, hal 7.
[5].  Daqiq Al-Aid, Ibnu. Syarhu Al-Arbaiin, Maktabah Syamilah hal 6.
 
Top